Sebelum tidur
saya sudah pasang alarm jam 02.55 berharap bisa bangun dan shalat malam. Sesekali
alarm itu memang berhasil tapi tak jarang pula saya baru beranjak dari tempat
tidur ketika jam 04.00 bertepatan saat adzan subuh. Tapi pagi ini alarm itu berhasil
membuat saya bangun sebenarnya ketika alarm itu berbunyi sudah saya matikan dan
mata saya berhasil terpejam selama 5 menit tapi tiba- tiba terdengar bunyi “alarm”
yang lain yaitu suara ibu saya hehe
Dalam pikiran
saya ada apa ya jam segini ibu bangunin saya?? Dengan segenap kekuatan dan
setengah ngantuk akhirnya saya membuka pintu kamar “ada apa bu??” ibu “ayok
ikut jualan ke pasar. Mbak eva lagi sakit”. Sebelumnya saya mau cerita dulu nih
ibu saya adalah seorang produsen tempe dan tahu jadi setiap hari kerjanya ke
pasar jualan dan hari ini mbak eva yang biasa bantuin ibu jualan orangnya lagi
sakit jadinya butuh asisten lain yang tak lain dan tak bukan adalah saya. Setelah
wudhu dan shalat saya pun siap-siap. Dan jam menunjukkan 03.25 dan akhirnya
kami pun berangkat.
Karena ibu
tidak bisa naik motor jadilah saya sekarang yang selalu jadi “sopir” kemanapun
ibu pergi. Saat membuka pintu wah…udara dingin sekali tidak ada suara-suara
riuh orang-orang beraktivitas seperti ketika matahari telah bersinar terang. Suasana
masih gelap bahkan jangkrik masih bernyanyi dengan indah. Dan ketika saya
melihat kelangit bahkan bulan dan bintang masih bersinar dengan terang dalam
hati saya berkata “Allah saat ini turun ke langit dunia dan saya akan
banyak-banyak berdo’a”. Kamipun naik motor berdua menyusuri jalanan yang masih
sepi bahkan tak banyak kendaraan yang
berlalu-lalang hanya sesekali saja kami berpapasan dengan kendaraan lain. Rumah-rumah
masih tertutup rapat pintu dan jendelanya. Dan dapat dipastikan para
penghuninya pasti masih terlelap di bawah selimutnya yang hangat. Ah..begitu
nyamanya mereka masih meringkuk diatas tempat tidur yang empuk. Sedangkan kami
berdua sudah harus terbangun menembus dinginnya udara pagi untuk mencari sesuap
nasi.
Sepanjang perjalanan
menuju pasar saya berfikir. Disaat orang-orang masih begitu nyaman berada
diatas tempat tidurnya. Disudut rumah kecil kami aktivitas sudah dimulai. Disaat
orang-orang masih terbuai indah dalam mimpi-mimpi mereka ibu saya sudah harus bangun
untuk menyiapkan barang dagangan yang akan dibawa ke pasar dan semua itu
dimulai jam 02.00. Tanpa pernah mengeluh, tanpa pernah mengatakan “saya masih
ngantuk dan lelah” ibu saya selalu bangun ketika orang-orang lain masih tidur.
Bahkan tak jarang ketika saya bangun ibu saya sudah tidak ada ditempat
tidurnya karena sudah berangkat ke pasar. Sepanjang perjalanan sesekali saya
menguap dan munculah sebuah kata-kata “saya ngantuk” tapi saya berfikir kembali
saya hanya sesekali membantu ibu jualan dan tidak setiap hari rasanya sudah
kayak gini harus menahan kantuk dan dinginya udara pagi. Sedangkan ibu saya
menjalani ini setiap hari tanpa mengeluh sedikitpun dan ibu menjalani ini
selama hampir 20 tahun. Hangatnya selimut dan nyamanya kasur ibu korbankan
demi menghidupi keluarga kami.
Ketika sampai
dipasar riuh suara para pedagang dan pembeli yang bertransaksi. Jalan-jalan
penuh sesak dengan orang-orang ikhtiar menjemput ryzki. Mulai dari pedagang
sayur, buah, ayam sampai nasi pecel semua berjajar rapi disepanjang jalan
sampai halaman pasar. Ternyata disini ibu saya tidak sendiri. Banyak orang
yang juga mengorbankan hangatnya selimut demi sesuap nasi. Dan dimulailah saya
dan ibu ikut dalam aktivitas pasar pagi hari itu. Banyaknya pembeli kadang
membuat saya sedikit kualahan maklumlah saya masih belum semahir ibu saya yang
begitu cepat dalam melayani pembeli. Kebanyakan pembeli itu memang sudah
menjadi langganan tetap ibu. Sampai ibu sudah hafal dengan nama-nama mereka
dan berapa jumlah tahu dan tempe yang biasa mereka beli bahkan sampai sepeda
motornya pun ibu saya hafal. Karena memang
biasanya langganan ibu itu adalah pedagang sayur keliling yang nantinya akan
menjual kembali tahu dan tempe yang mereka beli dari ibu saya.
Dalam aktivitas
perdagangan pastilah kadang ada pembeli yang menyebalkan. Dan itu yang saya
temui kadang ada juga pembeli yang yang menyenangkan dimana mereka mengucapkan “terima
kasih” setiap kali selesai dilayani. Ah..pagi ini saya bertemu banyak orang
dengan banyak karakter. Dan ibu saya menemui orang-orang itu setiap hari. Sejenak
aktivitas terhenti untuk shalat subuh. Sayapun shalat dimusholla pasar dan tak
lupa saya berdo’a “semoga Allah melimpahkan ryzki yang barakah pagi ini”. Usai shalat
aktivitas berlanjut makin banyak pembeli yang berdatangan hingga tak jarang
beberapa dari mereka antri untuk dilayani. Ketika hari sudah mulai terang tak terasa
2 box besar yang awalnya terisi penuh oleh tempe sudah kosong dan timba-timba
yang awalnya berisi penuh tahu kini sudah tak bersisa kecuali hanya airnya
saja. Dan jam menunjukkan pukul 06.30 semua barang dagangan sudah habis tak
bersisa. Dan saat yang paling ditunggu-tunggu pun tiba yaitu menghitung uang
yang diperoleh. Alhamdulillah…syukur kepada Allah atas ryzki hari ini.
Dan akhirnya
kamipun pulang dengan wajah bahagia karena barang dagangan hari ini habis. Saya
benar-benar mengambil banyak pelajaran hari ini bahwa mencari uang itu tidaklah mudah. Saya bersyukur memiliki ibu
yang hebat. Begitulah aktivitas yang ibu saya lakukan setiap hari demi kami
anak-anaknya. Tidak pernah mengeluh meskipun saya sebenarnya juga tau bahwa
ibu saya pasti juga ingin tetap berada ditempat tidur saat orang lain juga
tidur. Setiap pagi merasakan dinginya udara pagi demi sesuap nasi. Menahan rasa
kantuk demi anak-anaknya agar tetap bisa sekolah. Saya tidak pernah malu
mempunyai seorang ibu yang “hanya” penjual tahu dan tempe. Karena memang dari
sanalah keluarga kecil kami tetap bertahan hidup sekalipun bapak sudah tidak
ada. Karena dari sananalah saya dan kakak saya bisa sama seperti anak-anak yang
lain bisa merasakan bangku kuliah. Dari aktivitas pagi itu ketika orang lain
terlelap kami terjaga dan ketika orang lain mulai terjaga kami telah kembali
kerumah dengan ryzki yang telah Allah berikan….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar