Hai..Hai kawan
saya kembali. Kemarin malam sempat baca tulisan seseorang yang nulis #Curhatan
sesat saya kira tulisan itu mengajak kepada sesuatu yang buruk tapi ternyata eh
ternyata bukan saudara-saudara. Tulisan itu lebih berkisah tentang “salah
jurusan” . Ngomongin jurusan nih ya
membuat saya juga jadi galau. kenapa?? Karena saya juga merasakan hal yang sama
seperti yang dirasakan teman saya itu sekalipun saya jarang mengungkapkan hal
ini ke pada public hahaha. Oke baiklah kali ini saya akan berkisah tentang
jurusan yang saya pilih saat saya kuliah. Sebenarnya sih uda basi ngomongin ini
karena saya udah lulus kuliah tapi tak apalah mungkin saja ini bisa jadi pelajaran
untuk yang lain terutama untuk para adek-adek yang masih SMA yang sebentar lagi
mau milih tempat kuliah.
Cerita pertama
diawali saat tahun 2010 ketika masa-masa indah itu berakhir (baca masa SMA)
semua teman-teman pasti pada bingung dong mau kuliah dimana??jurusan apa??. Pastinya
semua pengenya masuk perguruan tinggi negeri dan jurusan yang keren-keren kayak
tehnik ato kedokteran. Saat itu saya tidak tau apa yang ada dalam otak saya entah
eror atau bagaimana saya tidak tau, yang ada dalam pikiran saat itu adalah “saya
ingin masuk pesantren habis lulus SMA atau jadi guru” bagaimana pendapat anda
tentang pikiran saya ini??. Namun apa yang ada dalam otak saya itu tak sejalan
dengan kenyataan yang ada. Ketika saya mengutaran keinginan itu pada orang tua
pastilah jawabanya sudah bisa ditebak “NGGAK BOLEH” itu kata-kata yang saya
terima dan pupuslah sudah cita-cita saya. Tapi semua tak berakhir sampai disini
sebagai anak yang selama ini “lurus-lurus” saja mau gak mau saya nurut ajalah
biar selamat.
Semenjak itu
saya ikuti saja apa kata orang tua saya. Okelah saya mau kuliah dan orang tua
saya sangat ingin saya menjadi tenaga kesehatan. Sampai pada akhirnya nama saya
tercantum sebagai salah satu mahasiswa D3 kebidanan disalah satu Akbid Negeri. Orang
tua saya senang sekali mendengar kabar ini tapi saya?? Biasa saja. Dengan tanpa
mengurangi rasa syukur saya bilang sama orang tua “saya nggak mau masuk ke
kampus itu” dan jawabanya adalah “milih masuk kampus itu atau nggak kuliah???”
oh..itu sangat-sangat menyakitkan. Masih ingat banget sampe nangis-nangis pas
ngomongin itu.
Dan masa-masa “sulit”
pun dimulai kawan-kawan. Saya sebagai anak yang “patuh” sama orang tua akhirnya
saya pun memulai kehidupan saya sebagai mahasiswa baru dengan segala enak gak
enaknya. Dimulai dari kehidupan asrama, kakak kelas yang kadang-kadang “sesukanya
sendiri”. Meski kadang saya suka nangis sendiri pas ga ada orang karena semua
yang saya rasakan. Tapi saya selalu berusaha terlihat riang gembira menjalani
ini semua. Semester 1 terlewati,semester 2 terlewati…kembali hati saya protes. Muncullah
kata-kata indah “Saya mau
berhenti kuliah” dan berbagai macam nasehat saya terima mulai dari bidan
itu pekerjaan mulia sampai kalau gak kuliah mau jadi apa?? Dan memasuki
semester 5 niat itu muncul lagi gara-gara saya dapat pembimbing KTI yang susah
diajak kompromi. Tapi mikir-mikir lagi uda terlanjur basah lanjut ajalah meski
itu terasa sangat-sangat berat. Dan sesuai dengan deadline akhirnya saya lulus tepat waktu iya TEPAT WAKTU karena
saya tanamkan dalam otak saya bahwa saya tak mau berada disina lebih lama lagi.
Sekalipun saya
sudah mampu menyelesaikan “PR” orang tua saya tapi masih ada “PR” lagi. Semua orang
pasti uda pada tau kalo habis nerima ijazah pasti yang ditanyain adalah “mau
kerja dimana??” sebuah pertanyaan klasik. Okelah lagi-lagi saya jadi anak yang
penurut kawan-kawan. Saya pun mencoba melamar kerja dan saya diterima dan
mulailah hati saya gundah. Dan ternyata benar saya hanya mampu bertahan bekerja
selama 4 hari hahahaha gila memang saya. Teman-teman yang baru lulus sedang
pusing nyari tempat kerja nah saya yang uda diterima malah berhenti. Dan saya
berhenti kerja itu tanpa sepengetahuan orang tua saya meski pada akhirnya
mereka tau juga dan lagi-lagi komentar-komentar dari sekitar saya terima. Tapi tak
apalah yang penting saya tidak merasa memiliki beban lagi. Dan saya merasa
bahagia karena saya telah berani mengambil sebuah keputusan sesuai dengan apa
kata hati saya. Sungguh-sungguh saya minta maaf kepada pihak-pihak yang merasa
tersakiti atas pilihan saya ini tapi inilah saya. Saya juga punya sebuah
pilihan dalam hidup saya.
Belajar lagi
dari pengalaman bahwa menjalani apa yang tidak kita sukai itu adalah hal yang
sulit. Dalam hidup memang kadang kala kita harus berani melawan arus dan berani
mengutarakan apa yang menjadi pilihan kita. Saat kita telah terjebak pada
pilihan-pilihan yang sulit sebisa mungkin tetap pegang teguh apa yang menjadi
cita-cita sekalipun butuh sedikit perjuangan untuk memperthankan itu. Apa yang
menjadi cita-citamu maka perjuangkanlah jangan hanya “nurut aja biar aman” . Disaat
seperti ini saya mulai berfikir kembali sebenarnya apa yang benar-benar saya
inginkan?? Seperti sebuah tulisan karya
Andy Noya yang pernah saya baca mungkin saya masih belum menemukan “lentera
jiwa”. Apa itu “lentera jiwa” tunggu postingan selanjutnya……^^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar